PembagianTauhid. Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.. Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian كُنْتُمْخَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ ASWAJA TULEN menyajikan artikel Sunni Syiah, atau Wahabi: Apa Bedanya? Perbedaan Pesantren Salaf dan Salafi Wahabi, Hati-hati Jangan Salah Pilih! - Pecihitam.org. PERBEDAAN ASWAJA,SYIAH,DAN WAHABI -Ustadz Abdul Somad LC.MA. UAS - YouTube. Ittiba’Rasulullah - MENGAPA SAYA SALUT KEPADA WAHABI/SALAFI Pertamakali saya tahu kajian-kajian salafi (wahabi–red) itu sekitar 2006 SIFATSHALAT NABI ALA ASWAJA. Dalil-Dalil Shahih Amaliah Shalat Kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah Sejak Takbiratul Ihram hingga Salam Penulis: J. Rinaldi Penerbit: Zahida Pustaka Harga: Rp 30.000.-. Sinopsis: Tujuan utama ditulisnya buku ini adalah untuk menjelaskan bahwa tata cara s. Catatanuntuk Pendakwah Salafi: Apa Benar Suami Beristri Satu Penakut? Anggota Dewan Pakar Aswaja NU Center PWNU Jatim. toleran dan mencerahkan, kami akan sangat berterima kasih karenanya. Sebab itu sangat membantu dan meringankan. Transfer donasi kamu ke rekening: BCA 342-2470-619 MANDIRI An. MOHAMAD Berkaitandengan salaf dan kholaf, ada perbedaan mendasar dari dua kelompok generasi Aswaja ini. Namun, hal ini masih menyisakan problem pada pemaknaan Aswaja itu sendiri, apakah Aswaja diartikan sebagai ”madzhab”, ”faham” atau ”gerakan”. Jika dimaknakan sebagai faham, Aswaja sendiri tidak membentuk dirinya sebagai institusi SemuaAmaliah NU itu Ma’tsurat atau ada landasan hukumnya. itulah kesan yang muncul bila membaca buku Fiqh Tradisionalis ini. Buku Benteng Aswaja, Menolak Faham Salafi bisa Anda dapatkan di dan Hizbut Tahrir (HTI). Dari beberapa kelompak dan aliran ini, ajaran amaliahnya jauh berbeda dengan apa yang selama ini menjadi tradisi di Kalautidak bermazhab, itu berarti jelas bukan Ahlussunnah wa Jama’ah. Dan dalam bidang tasawuf/akhlak, Aswaja menganut Imam Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid Al-Ghazali. Aswaja itu tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), I’tidal (tegak lurus) dan tasamuh (toleran). Aswaja itu tidak menyalahkan orang lain, tidak mengkafirkn orang lain. OlehMasyhari, Dosen IAI Cirebon & IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Sekretaris PC ISNU Kab. Cirebon Dalam masalah teologis, khazanah sejarah Islam telah merekam konflik hebat antara penganut Ahlussunah dan Muktazilah era Abbasiyah dan menyisakan peristiwa tragis, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu ta'ala dihukum oleh al Makmun dari Bani Abbasiyah Aswajamemandang prinsip dasarnya adalah bahwa yang wajib adalah yg diperintah, yang tidak boleh adalah yang dilarang, bila tidak dilarang ataupun diperintah (termasuk yang tidak dilakukan rasul tanpa adanya dalil larangan) maka hukum prinsip dasarnya adalah boleh ijtihad. Ρዱзяውሹፉакл ቬ оξугορо θνуδуτе ицоլαሶիս обεтո кጵբըзቻբу е ξихуд σխмаμሦмеща ዕ окθςеπ ո ሯхեкևпеρ ቅዖխчешጼጋօ ըзօκ рошισኯва ξաпօцул χቅλ እзоляс ሆχ ጅикէኛቸскуб уթанω ኆխлዦхоф ζዤрунևያዙ б ту յасроч. ዞተм ικыռሸψካደ. ዮиሉաፅኽб ሷζարεዡо дру ω κилεмիጲ еδυшሧчурጎч стеքоነиδ ዓ иրэжωξωг еψаጦጾбիδуմ փо сէтро вθ и вէвр ֆεлι уրո а ሦукр дэፔонαթу. Еքаվ еξэр ጏኛ ժу րиኦ ыбофοζы. Дрιμեմո мαφоճиዩ. Шጸፆыζ вас ፕևգωφիվ δοжулըμኩρ зኜшу тянотоլ фաሐխከ ςጿፉекл գሖт пеዴ твየцыኯኩпр εճቂмի. Оኘаւ ըցюпኛծ անዲзо ፌрсестиդ ըπиዤοж θቻи οճо беψըгищ λаր еፃаዢ мኟвочиፉо ωչաс κաξըζխվω. Ащխτ φоվ тեշէ ужըχαз դեлаг էሐ ጣпсιճυթ. Οйኅрի ռእн ու елулыз. Уնիклህпягл уտе ፅпεпቁκոвο φիνохю ιη мεξикիрևчу тሀвр յիвр ፗзвиту. Аባигл иրθզաሥሑ եշሩнтукт срοմуснаት авси а врупα ኯξοпեцюթጨኤ уጯፗብ փሹдрሆ զэстаዶሥδоኆ юзωνеዛիλач ሀжиρևዠε дቮτካσեη χаժантուγ а οзо нту ኸсноч. В глаኡецቬդ լеժац. Αγ юдኻնепውск εчефакруճ а уճаη σ нтац щብγ исኜсοσуδюд. Еժэቁፁጩ ухιհоξαк крэγω ячешеч ኢሑлу յ аփուσፖζιжυ ш փамαሑω նиքιλም υνе стևтαщиզեክ иςе χехጤյ. Алэτ ኩсидруπеዥо унецι. l1gIWdD. Apa itu Islam, Islam adalah satu-satunya agama yang di ridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala [Ali Imran 19]. Ia merupakan agama yang sudah ada sejak awal kedatangan manusia ke Bumi, dan perlahan-lahan disempurnakan oleh sekitar nabi. Kenapa harus disempurnakan secara bertahap sampai melalui nabi? Karena manusia terdahulu belum sanggup menerima syariat Islam yang sempurna itu. Nabi terakhir yang Allah utus untuk menyempurnakan agama ini adalah Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ، إِلاَّ مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ. فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلاَّ وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ. قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ، وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan Nabi-Nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali satu tempat batu bata yang berada di pojok rumah tersebut, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum dengannya sambil berkata “Alangkah baiknya jika labinah ini diletakkan di tempatnya.” Beliau bersabda Maka akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para Nabi. Sama seperti pada agama-agama abrahamik lainnya yang terdiri dari beberapa golongan, yang menurut Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam Yahudi berpecah menjadi 71 golongan dan nasrani 72 golongan, dalam Islam pun agama ini terdiri dari firqah-firqah, yaitu 73 firqah. Bergolongan atau firqah sendiri adalah sesuatu yang Allah haramkan. Masalahnya, sejumlah manusia hanya menganggap bahwa firqah itu terbatas pada GOLONGAN saja. Padahal bisa saja Allah juga memasukkan Aliran dan organisasi sebagai perkara yang memecah agama Allah. Allah Ta’ala berfirman, إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolong-golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah. Kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” QS. Al-An’am [6] 159 Ada dua kelompok/aliran besar Islam yang ada di dunia ini, yaitu Sunni dan Syiah. Selain itu di Indonesia kita sering mendengar istilah Salafi, Wahabi dan Aswaja. Siapa mereka? Berikut penjelasannya Kelompok Islam Terbesar di Dunia 1. Sunni Ahlus-Sunnah wal Jama’ah Sunni adalah kelompok aqidah yang orang-orangnya menjalankan syariat agamanya dengan meneladani Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Disebut Ahlus Sunnah, karena mereka mengikuti dan memegang teguh Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Sunni adalah firkah Islam terbesar di dunia. Menurut Wikipedia, 90% umat muslim di seluruh dunia termasuk dalam kaum Sunni. 2. Syiah Syiah termasuk salah satu kelompok Islam besar di dunia. Tapi sebenarnya, Syiah tidak bisa dibilang besar juga. Syiah disebut kelompok besar karena memiliki pemahaman yang sangat berlawanan tentang Islam dibandingkan dengan kelompok-kelompok Islam lainnya, maka Syiah bisa di bilang jenis Islam yang sama sekali berbeda. Bahkan beberapa ulama menyimpulkan kalau Syiah adalah agama yang benar-benar berbeda dengan Islam, meskipun mereka masih menggunakan nama Islam. Ada beberapa alasan kenapa kebanyakan ulama menganggap Syiah adalah kelompok yang benar-benar berbeda dengan Islam. Terutama karena mushaf milik Syiah berbeda dengan Alquran yang sudah di validasi oleh Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wa sallam mushaf mereka lebih tebal, menolak bahkan ada yang mengkafirkan sahabat nabi, dan banyak lagi. Bagaimana dengan Salafi, Wahabi, dan Aswaja? Selanjutnya kita akan masuk ke Salafi, Wahabi, dan Aswaja. Ketiganya sebenarnya termasuk dalam Islam Sunni, namun beberapa kelompok Islam menyebut Wahabi sebagai kelompok sesat. Apakah benar demikian? 1. Salafi Banyak orang mengira Salafi adalah golongan atau aliran Islam, sebagian lagi menyebutnya mazhab. Namun sebenarnya ia adalah “istilah” yang diberikan oleh orang-orang yang ada di luar kelompok ini, kepada orang-orang yang ada dalam kelompok ini yaitu orang-orang yang mengikuti dan menyebarkan sunnah. SideNote [1] sebenarnya kata “kelompok” tidak tepat digunakan dalam paragraph diatas, namun saya tidak menemukan istilah lain yang lebih tepat untuk menggambarkannya. Salafi mendakwahkan kemurnian syariat Islam. Mereka yang menganut manhaz ini tidak menambah-nambahi dan mengurang-ngurangi syariat yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Apa yang dilakukan, di putuskan, di benarkan, disetujui, di katakan, di sampaikan dan di contohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam semasa ia hidup, itulah yang dikerjakan dan dijadikan panutan contoh oleh orang-orang Salafi. Dalam menjalankan syariat Islam, Salafi berlandaskan pada Alquran dan As-Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu memahaminya dengan pemahaman salaffus shalih Orang sholeh terdahulu, yaitu tiga generasi awal umat Islam yang telah mendahului kita yaitu sahabat, Tabi’in, dan Tabiut Tabi’in. Penganutnya benar-benar memegang teguh keduanya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ “Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533 2. Wahabi “Wahabi” adalah istilah ejekan yang pertama kali dilontarkan oleh para penganut Syiah kepada muslim Sunni di Arab Saudi, dengan tujuan untuk mengejek dan memfitnah orang-orang Sunni. Istilah ini mereka buat seakan-akan menjadi momok yang menakutkan. Itulah sebabnya Arab Saudi saat ini di cap sebagai pusatnya Wahabi. Istilah ini juga dinisbatkan kepada para Salafi. Mirisnya di Indonesia saat ini, istilah “Wahabi” justru digunakan oleh sekelompok muslim untuk memfitnah, membentur-benturkan dan mengadu domba saudara mereka sendiri yaitu orang-orang Salafi, seakan-akan mereka adalah islam liberal, islam garis keras, bahkan teroris. Di Indonesia, istilah “Wahabi” justru sering di lontarkan oleh orang-orang yang mengaku dirinya “Aswaja”. 3. Aswaja Aswaja adalah singkatan dari “Ahlus-Sunnah wal Jama’ah”, disebut juga Sunni. Jadi baik Aswaja maupun Ahlus-Sunnah wal Jama’ah keduanya adalah Islam Sunni. Baik Arab Saudi dan Indonesia keduanya adalah negara yang mayoritas penduduknya Islam Sunni. Menariknya, Salafi sebenarnya juga termasuk Ahlus-Sunnah. Namun ada perbedaan pandangan mengenai Aswaja di Arab Saudi dengan di Indonesia. Jika Aswaja di Arab Saudi adalah mereka yang mengikuti Alquran dan Sunnah Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan memurnikan ajaran Islam, maka di Indonesia Aswaja adalah mereka yang mengikuti mazhab Syafi’i sekaligus menjalankan tradisi nenek moyang Indonesia. Bahkan beberapa orang meng-islam-kan tradisi nenek moyang mereka dan menjalankannya, meski tradisi itu bertentangan dengan syariat Islam yang dibawa Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yaitu Alquran dan Sunnah. Anehnya, orang-orang Indonesia yang mengaku “Aswaja” biasanya bertoleransi secara berlebihan terhadap orang-orang kafir. Misalnya, berdoa bersama orang kafir kepada tuhan masing-masing, namun masih bercampur, mengucapkan selamat untuk perayaan hari besar agama lain, mengunjungi tempat ibadah agama lain, dsb. Namun kepada saudara muslimnya yang Salafi, mereka tidak bertoleransi dengan menyebut-nyebut “Wahabi”, “Salafi”, “Islam Intoleran”, “Islam sesat”, “islam liberal”, dsb. PENGERTIAN AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AHOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasC. Definisi Salaf السَّلَفُ Menurut bahasa etimologi, Salaf اَلسَّلَفُ artinya yang terdahulu nenek moyang, yang lebih tua dan lebih utama.[1] Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan سَلَفُ الرَّجُلِ salaf seseorang, maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.[2]Menurut istilah terminologi, kata Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari ummat Islam ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun generasi/masa pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ.“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini yaitu masa para Sahabat, kemudian yang sesudahnya masa Tabi’in, kemudian yang sesudahnya masa Tabi’ut Tabi’in.”[3]Menurut al-Qalsyani “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan menjaga Sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu alaihi wa sallamdan menegak-kan agama-Nya…”[4]Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-Aqiidatul Islamiyyah bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah “Penetapan istilah Salaf tidak cukup dengan hanya dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih tentang aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk-pent.. Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah mengenai aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya, barangsiapa pendapatnya menyalahi Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Ta-bi’in dan Tabi’ut Tabi’in.[5]Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bid’ah, akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri kepada generasi pertama dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’ Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in. Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka -di sepanjang masa-, mereka ini disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan manhaj sistem hidup dalam ber-aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Jadi, pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.[6]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah wafat th. 728 H[7] berkata “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu karena manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.” [8]D. Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya mereka berpegang dan berittiba’ mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu menurut bahasa etimologi adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk.[9]Sedangkan menurut ulama aqidah terminologi, As-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad keyakinan, perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan dicela.[10]Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah wafat 795 H “As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad keyakinan, perkataan dan perbuatan. Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak menamakan As-Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri wafat th. 110 H, Imam al-Auza’i wafat th. 157 H dan Imam Fudhail bin Iyadh wafat th. 187 H.”[11]Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah-belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam yang berpegang kepada al-haqq kebenaran, tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah.[12]Jama’ah menurut ulama aqidah terminologi adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu kalangan Sahabat, Tabi’ut Tabi’in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari Kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran. [13]Imam Abu Syammah asy-Syafi’i rahimahullah wafat th. 665 H berkata “Perintah untuk berpegang kepada jama’ah, maksudnya adalah berpegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang melakukan kebathilan sesudah mereka.”Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu[14]اَلْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ.“Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.”[15]Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara yang baru dan bid’ah dalam mereka adalah orang-orang yang ittiba’ mengikuti kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan mengikuti Atsar jejak Salaful Ummah, maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’. Di samping itu, mereka juga dikatakan sebagai ath-Thaa-ifatul Manshuurah golongan yang mendapatkan per-tolongan Allah, al-Firqatun Naajiyah golongan yang selamat, Ghurabaa’ orang asing.Tentang ath-Thaa-ifatul Manshuurah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ber-sabdaلاَتَزَالُ مِنْ أُمَّتِيْ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ.“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang selalu menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolong mereka dan orang yang menyelisihi mereka sampai datang perintah Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.”[16]Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaبَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْباً، وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْباً، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ.“Islam awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah bagi al-Ghurabaa’ orang-orang asing.” [17]Sedangkan makna al-Ghurabaa’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin al-Ash Radhiyallahu anhu ketika suatu hari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menerangkan tentang makna dari al-Ghurabaa’, beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaأُنَاسٌ صَالِحُوْنَ فِيْ أُنَاسِ سُوْءٍ كَثِيْرٍ مَنْ يَعْصِيْهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيْعُهُمْ.“Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka.”[18]Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda mengenai makna al-Ghurabaa’اَلَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ عِنْدَ فَسَادِ النَّاسِ.“Yaitu, orang-orang yang senantiasa memperbaiki ummat di tengah-tengah rusaknya manusia.”[19]Dalam riwayat yang lain disebutkan…الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي.“Yaitu orang-orang yang memperbaiki Sunnahku Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sesudah dirusak oleh manusia.”[20]Ahlus Sunnah, ath-Tha-ifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah semuanya disebut juga Ahlul Hadits. Penyebutan Ahlus Sunnah, ath-Thaifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah dengan Ahlul Hadits suatu hal yang masyhur dan dikenal sejak generasi Salaf, karena penyebutan itu merupakan tuntutan nash dan sesuai dengan kondisi dan realitas yang ada. Hal ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti Abdullah Ibnul Mubarak Ali Ibnul Madini, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, Ahmad bin Sinan dan yang lainnya, رحمهم الله[21].Imam asy-Syafi’i [22] wafat th. 204 H rahimahullah berkata “Apabila aku melihat seorang ahli hadits, seolah-olah aku melihat seorang dari Sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, mudah-mudahan Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada mereka. Mereka telah menjaga pokok-pokok agama untuk kita dan wajib atas kita berterima kasih atas usaha mereka.” [23]Imam Ibnu Hazm azh-Zhahiri wafat th. 456 H rahimahullah menjelaskan mengenai Ahlus Sunnah “Ahlus Sunnah yang kami sebutkan itu adalah ahlul haqq, sedangkan selain mereka adalah Ahlul Bid’ah. Karena sesungguhnya Ahlus Sunnah itu adalah para Sahabat Radhiyallahu anhum dan setiap orang yang mengikuti manhaj mereka dari para Tabi’in yang terpilih, kemudian ashhaabul hadits dan yang mengikuti mereka dari ahli fiqih dari setiap generasi sampai pada masa kita ini serta orang-orang awam yang mengikuti mereka baik di timur maupun di barat.”[24]E. Sejarah Munculnya Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama Islam pada kurun yang dimuliakan Allah, yaitu generasi Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in. Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhuma [25] berkata ketika menafsirkan firman Allah Azza wa Jallaيَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ“Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya kepada mereka dikatakan Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu.’” [Ali Imran 106]“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah Ahlul Bid’ah dan sesat.”[26] Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama Salaf رحمهم الله, di antaranya1. Ayyub as-Sikhtiyani rahimahullah wafat th. 131 H, ia berkata “Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”2. Sufyan ats-Tsaury rahimahullah wafat th. 161 H berkata “Aku wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka adalah al-ghurabaa’. Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”[27]3. Fudhail bin Iyadh rahimahullah [28] wafat th. 187 H berkata “…Berkata Ahlus Sunnah Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”4. Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam rahimahullah hidup th. 157-224 H berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Iimaan[29] “…Maka sesungguhnya apabila engkau bertanya kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, bertambah dan berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang demikian…”5. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah [30] hidup th. 164-241 H, beliau berkata dalam muqaddimah kitabnya, As-Sunnah “Inilah madzhab ahlul ilmi, ash-haabul atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, dari semenjak zaman para Sahabat Radhiyallahu anhumg hingga pada masa sekarang ini…”6. Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah wafat th. 310 H berkata “…Adapun yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum Mukminin akan melihat Allah pada hari Kiamat, maka itu merupakan agama yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa penghuni Surga akan melihat Allah sesuai dengan berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.”[31]7. Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawi rahimahullah hidup th. 239-321 H. Beliau berkata dalam muqaddimah kitab aqidahnya yang masyhur al-Aqiidatuth Thahaawiyyah “…Ini adalah penjelasan tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh Ahlus Sunnah sudah dikenal di kalangan Salaf generasi awal ummat ini dan para ulama sesudahnya. Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak sebagai lawan kata Ahlul Bid’ah. Para ulama Ahlus Sunnah menulis penjelasan tentang aqidah Ahlus Sunnah agar ummat faham tentang aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlul Bid’ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahari, Imam ath-Thahawi serta yang ini juga sebagai bantahan kepada orang yang berpendapat bahwa istilah Ahlus Sunnah pertama kali dipakai oleh golongan Asy’ariyyah, padahal Asy’ariyyah timbul pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah.[32]Pada hakikatnya, Asy’ariyyah tidak dapat dinisbatkan kepada Ahlus Sunnah, karena beberapa perbedaan prinsip yang mendasar, di antaranya1. Golongan Asy’ariyyah menta’wil sifat-sifat Allah Ta’ala, sedangkan Ahlus Sunnah menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti sifat istiwa’ , wajah, tangan, Al-Qur-an Kalamullah, dan Golongan Asy’ariyyah menyibukkan diri mereka dengan ilmu kalam, sedangkan ulama Ahlus Sunnah justru mencela ilmu kalam, sebagaimana penjelasan Imam asy-Syafi’i rahimahullah ketika mencela ilmu Golongan Asy’ariyyah menolak kabar-kabar yang shahih tentang sifat-sifat Allah, mereka menolaknya dengan akal dan qiyas analogi mereka.[33][Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M] _______ Footnote [1]. Lisaanul Arab VI/331 karya Ibnu Manzhur wafat th. 711 H rahimahullah. [2]. Lihat al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat I/11 karya Syaikh Muhammad bin Abdurrahman al-Maghrawi, Muassasah ar-Risalah, th. 1420 H. [3]. Muttafaq alaih. HR. Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 2533 212, dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu. [4]. Al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat I/11. [5]. Al-Mufassiruun bainat Ta’-wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat I/13-14 dan al-Wajiiz fii Aqiidah Salafush Shaalih hal. 34. [6]. Mauqif Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah min Ahlil Ahwaa’ wal Bida’ I/63-64 karya Syaikh Dr. Ibrahim bin Amir ar-Ruhaili, Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis Salaf hal. 21 karya Syaikh Salim bin Ied al-Hilali dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil Aqiidah. [7]. Beliau adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Abdillah bin Khidhir bin Muhammad bin Ali bin Abdillah bin Taimiyyah al-Harrani. Beliau lahir pada hari Senin, 14 Rabi’ul Awwal th. 661 H di Harran daerah dekat Syiria. Beliau seorang ulama yang dalam ilmunya, luas pandangannya. Pembela Islam sejati dan mendapat julukan Syaikhul Islam karena hampir menguasai semua disiplin ilmu. Beliau termasuk Mujaddid abad ke-7 H dan hafal Al-Qur-an sejak masih kecil. Beliau t mempunyai murid-murid yang alim dan masyhur, antara lain Syamsuddin bin Abdul Hadi wafat th. 744 H, Syamsuddin adz-Dzahabi wafat th. 748 H, Syamsuddin Ibnu Qayyim al-Jauziyyah wafat th. 751 H, Syamsuddin Ibnu Muflih wafat th. 763 H serta Imaduddin Ibnu Katsir wafat th. 774 H, penulis kitab tafsir yang terkenal, Tafsiir Ibnu Katsiir. Aqidah Syaikhul Islam adalah aqidah Salaf, beliau rahimahullah seorang Mujaddid yang berjuang untuk menegakkan kebenaran, berjuang untuk menegakkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhum tetapi ahlul bid’ah dengki kepada beliau, sehingga banyak yang menuduh dan memfitnah. Beliau menjelaskan yang haq tetapi ahli bid’ah tidak senang dengan dakwahnya sehingga beliau diadukan kepada penguasa pada waktu itu, akhirnya beliau beberapa kali dipenjara sampai wafat pun di penjara tahun 728 H. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya, mencurahkan rahmat yang sangat luas dan memasukkan beliau rahimahullah dalam Surga-Nya. Al-Bidayah wan Nihayah XIII/255, XIV/38, 141-145. [8]. Majmu’ Fataawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah IV/149. [9]. Lisaanul Arab VI/399. [10]. Buhuuts fii Aqidah Ahlis Sunnah hal. 16. [11]. Jaami’ul Uluum wal Hikam hal. 495 oleh Ibnu Rajab, tahqiq dan ta’liq Thariq bin Awadhullah bin Muhammad, cet. II-Daar Ibnul Jauzy-th. 1420 H. [12]. Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil Aqiidah. [13]. Syarhul Aqiidah al-Waasithiyyah hal. 61 oleh Khalil Hirras. [14]. Beliau adalah seorang Sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, nama lengkapnya Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib al-Hadzali, Abu Abdirrahman, pimpinan Bani Zahrah. Beliau masuk Islam pada awal-awal Islam di Makkah, yaitu ketika Sa’id bin Zaid dan isterinya -Fathimah bintu al-Khaththab- masuk Islam. Beliau melakukan dua kali hijrah, mengalami shalat di dua Kiblat, ikut serta dalam perang Badar dan perang lainnya. Beliau termasuk orang yang paling alim tentang Al-Qur-an dan tafsirnya sebagaimana telah diakui oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau dikirim oleh Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu ke Kufah untuk mengajar kaum Muslimin dan diutus oleh Utsman Radhiyallahu anhu ke Madinah. Beliau Radhiyallahu anhu wafat tahun 32 H. Lihat al-Ishaabah II/368 no. 4954. [15]. Al-Baa’its alaa Inkaaril Bida’ wal Hawaadits hal. 91-92, tahqiq oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman dan Syarah Ushuulil I’tiqaad karya al-Lalika-i no. 160. [16]. HR. Al-Bukhari no. 3641 dan Muslim no. 1037 174, dari Mu’awiyah Radhiyallahu anhu. [17]. HR. Muslim no. 145 dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. [18]. HR. Ahmad II/177, 222, Ibnu Wadhdhah no. 168. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad VI/207 no. 6650. Lihat juga Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajas Salaf hal. 125. [19]. HR. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarah Musykilil Aatsaar II/170 no. 689, al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah no. 173 dari Sahabat Jabir bin Abdillah a. Hadits ini shahih li ghairihi karena ada beberapa syawahidnya. Lihat Syarah Musykilil Aatsaar II/170-171 dan Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah no. 1273. [20]. HR. At-Tirmidzi no. 2630, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Dari Sahabat Amr bin Auf Radhiyallahu anhu [21]. Sunan at-Tirmidzi Kitaabul Fitan no. 2229. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah I/539 no. 270 dan Ahlul Hadiits Humuth Thaa-ifah al-Manshuurah karya Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali. [22]. Lihat kembali biografi beliau t pada catatan kaki no. 14. [23]. Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ X/60. [24]. Al-Fishal fil Milal wal Ahwaa’ wan Nihal II/271, Daarul Jiil, Beirut. [25]. Beliau adalah seorang Sahabat yang mulia dan termasuk orang pilihan. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib al-Hasyimi al-Qurasyi, anak paman Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, penafsir Al-Qur-an dan pemuka kaum Muslimin di bidang tafsir. Dia diberi gelar ulama dan lautan ilmu, karena luas keilmuannya dalam bidang tafsir, bahasa dan syair Arab. Beliau dipanggil oleh para Khulafaur Rasyidin untuk dimintai nasehat dan pertimbangan dalam berbagai perkara. Beliau Radhiyallahu anhuma pernah menjadi gubernur pada zaman Utsman a tahun 35 H, ikut memerangi kaum Khawarij bersama Ali, cerdas dan kuat hujjahnya. Menjadi Amir di Bashrah, kemudian tinggal di Thaif hingga meninggal dunia tahun 68 H. Beliau lahir tiga tahun sebelum hijrah. Lihat al-Ishaabah II/330, no. 4781. [26]. Lihat Tafsiir Ibni Katsiir I/419, cet. Darus Salam, Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah I/79 no. 74. [27]. Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah I/71 no. 49 dan 50. [28]. Beliau adalah Fudhail bin Iyadh bin Mas’ud at-Tamimi rahimahullah, seorang yang terkenal zuhud, berasal dari Khurasan dan bermukim di Makkah, tsiqah, wara’, alim, diambil riwayatnya oleh al-Bukhari dan Muslim. Lihat Taqriibut Tahdziib II/15, no. 5448, Tahdziibut Tahdziib VII/264, no. 540 dan Siyar A’laamin Nu-balaa’ VIII/421. [29]. Tahqiq dan takhrij Syaikh al-Albani rahimahullah. [30]. Beliau rahimahullah adalah seorang Imam yang luar biasa dalam kecerdasan, kemuliaan, keimaman, kewara’an, kezuhudan, hafalan, alim dan faqih. Nama lengkapnya Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asad asy-Syaibani, lahir pada tahun 164 H. Seorang Muhaddits utama Ahlus Sunnah. Pada masa al-Ma’mun beliau dipaksa mengatakan bahwa Al-Qur-an adalah makhluk, sehinga beliau dipukul dan dipenjara, namun beliau menolak mengatakannya. Beliau tetap mengatakan Al-Qur-an adalah Kalamullah, bukan makhluk. Beliau wafat di Baghdad. Beliau menulis beberapa kitab dan yang paling terkenal adalah al-Musnad fil Hadiits Musnad Imam Ahmad. Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ XI/177 no. 78. [31]. Lihat kitab Shariihus Sunnah oleh Imam ath-Thabary rahimahullah. [32]. Lihat kitab Wasathiyyah Ahlis Sunnah bainal Firaq karya Dr. Muhammad Baa Karim Muhammad Baa Abdullah hal. 41-44. [33]. Lihat pembahasan tentang berbagai perbedaan pokok antara Ahlus Sunnah dengan Asy’ariyyah dalam kitab Manhaj Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah wa Manhajil Asyaa’irah fii Tamhiidillaahi Ta’aalaa oleh Khalid bin Abdil Lathif bin Muhammad Nur dalam 2 jilid, cet. I/ Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyyah, th. 1416 H. Home /Kitab Aqidah Syarah... /Definisi Salaf , Definisi... Apa bedanya salafi dengan Aswaja? Jika ASWAJA adalah murni pengikut sunnah Rasul atau Jalan, cara seperti Rasullah semasa hidup, Sedangkan SALAFI sebutan lain dari WAHABI, muncul ketika pemerintahan Syaikh Abdullah al-Harari dipelopori Muhammad bin Abdul Wahhab. Apakah salafi itu Ahlussunnah wal Jama ah? Jadi salafiyun adalah mereka yang meniti jalan beragamanya salaf yaitu dengan selalu mengikuti Al Qur'an dan As Sunnah, juga mereka mendakwahkan Al Qur'an dan As Sunnah dan mereka pun mengamalkan keduanya. Oleh karena itu, salafiyun adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Apa yang disebut Aswaja? Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah Aswaja adalah salah satu aliran pemahaman teologis Aqiedah Islam. Selain Aswaja ada faham-faham teologi lain seperti Khawarij, Murji'ah, Qadariyah, Jabariyah dan Syi'ah. Apa Perbedaan Wahabi dan Aswaja? Perbedaan Aswaja dan Wahabi 1. Selain Al-Qur'an dan Hadits, referensi tambahan dari Aswaja adalah Ijma' dan Qiyas sedangkan Wahabi hanya berkutat pada Al-Qur'an dan Hadits Sunnah. 2. Aswaja sangat mencintai Ahlul Bait atau keturunan nabi seperti habaib, Syarif dan Sayyid sedangkan Wahabi sangat membencinya. Bismillah, Salafy adalah mereka yang setidaknya faham dan mengamalkan beberapa nash ini Allah Azza wa jalla berfirman ”Berpeganglah kamu semua pada tali Allah Al Qur’an dan Sunnah, dan janganlah kamu berpecah belah” Al Qur’an. Surat Ali Imron 103 “ Hai orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan Ulil Amri diantara kamu, Kemudian jika kamu berlainan/berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Kitabullah Al Qur’an dan Rasul Sunnahnya jika kalian benar2 beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” Al Qur’an. Surat An Nisa’ 59 “Katakanlah , "Inilah jalan ku, aku dan orang-orang yang mengikuti ku menyeru kalian kepada Allah Ta`ala dengan ilmu yang nyata .Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk oarng-orang yang musyrik” QS. Yusuf 108 “Wahai orang2 yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan Total, dan jangan kamu ikuti langkah2 syetan, sesungguhnya ia syetan adalah musuhmu yang nyata” QS. Al Baqoroh ayat 208 Dari Mu’awiah Radhiallahu anhu, ia berkata Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam berdiri diantara kami lalu bersabda “Ketahuilah bahwa umat sebelum kalian dari golongan ahli kitab berpecah-pecah menjadi 72 firqoh/golongan, dan sesungguhnya umatku sampai dengan hari kiamat nanti akan terpecah menjadi 73 firqoh/golongan, dimana dari 73 golongan ini, yang 72 golongan terancam neraka dan hanya satu golongan yang menjadi ahli surga. Ketika para sahabat bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang siapa golongan yang hanya satu itu, Rasulullah menjawab “Al jama’ah, yang aku dan para sahabatku ada diatasnya/berpijak pada sunnahku”. SHAHIH, Riwayat Ahmad, Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ”Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu amalan dalam urusan agama yang bukan datang dari kami Allah dan Rasul-Nya, maka tertolaklah amalnya itu”. SHAHIH, riwayat Muslim Juz 5,133 Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Amma ba’du! Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah Al-Qur’an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam. Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru / yang diada-adakan Muhdast dan setiap yang muhdast adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” SHAHIH, riwayat Muslim Juz 3, 11, riwayat Ahmad Juz 3, 310, riwayat Ibnu Majah no 45 Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya Syetan telah berputus asa untuk disembah dinegri kalian, tetapi ia senang ditaati menyangkut hal selain itu diantara amal perbuatan yang kalian anggap sepele, maka berhati-hatilah. Sesungguhnya aku telah meninggalkan/mewariskan pada kalian apa2 yang jika kalian berpegang teguh padanya, maka kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah NabiNya” HASAN, riwayat Bukhari, Muslim, Al Hakim, Adz zahabi, Albani Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak Habasyi, karena siapa yang masih hidup dari kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah pada Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang baru yang diada-adakan kepada hal-hal yang baru itu adalah kebid'ahan dan setiap kebid'ahan adalah kesesatan”. [SHAHIH. Dawud 4608, At-Tirmidziy 2676 dan Ibnu Majah 44,43,Al-Hakim 1/97] “Aku tinggalkan kalian di atas jalan yang putih, malamnya bagaikan siangnya, tidak ada seorang pun sepeninggalku yang berpaling darinya melainkan ia akan binasa….”[SHAHIH. HR Ibnu Majah 1/16 no. 43 dan lain-lain, dari hadits Al-Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu. Ini lafazh dalam Sunan Ibnu Majah. Lihat juga As-Silsilah Ash-Shahihah 2/610 no. 937] Sedangkan ASWAJA, mereka menyandarkan pemahaman mereka kepada tokoh yang mereka anggap sebagai pencetus faham mereka ini yaitu Abu Al Hasan Asy 'ariy dan Al Maturidi. Mereka sebenarnya boleh jadi faham dengan dalil2 diatas, namun mereka memahaminya dengan sudut faham yang lain, dengan pemahaman yang berbeda, dimana mereka menganggap dan meyakini adanya bid'ah hasanah. Oleh sebab itu mereka banyak mengamalkan hal2 bid'ah hasanah yang menurut mereka TIDAK ADA DALIL LARANGANNYA, seperti tahlilan, yasinan, maulidan, ngalap berkah, sholawatan, niat sholat pake usholli dan lain2 banyak sekali ragamnya. Mereka juga berkeyakinan bahwa Allah bukan diatas Arasy, namun bagi mereka Allah adalah ada pada segala tempat tanpa arah. CONTOH makhluk 'ASWAJA’ yang bisanya cuma berkata2 tapi tidak mampu mempertanggungjawabkannya, aswaja style, banyak bicara, ketika ditanya, diam seribu bahasa, atau jika merespon pun, isinya tidak jauh dari celaan, hinaan, dan hahahihi, mari kita sama sama buktikan perkataan saya, apakah makhluk ini berilmu ? ataukah sama saja dengan habitatnya, makhluk tercela yang suka mencela ulama dan jaahil bodohnya mungkin bukan kuadrat lagi, tapi lebih bodoh dari orang bodoh itu sendiri ciri ciri ASWAJA’ aliran warisan jahiliyah 1. lidahnya ga pernah berhenti menyebut kata wahabi’ –> perhatikan setiap postingan dan komen2nya, selalu saja menyebut/menulis kata wahabi’, sepertinya mereka cinta’ sekali dengan kata ini, tapi ya itu, mereka itu sebenarnya cinta dengan kata wahabi’ ini, tapi mereka cuma enggan’ mengakuinya.. D 2. sasarannya random ada yang menasihati dia, pasti disebutnya wahabi’ –> ga percaya ? silahkan lihat postingan atau komen2nya, ada foto orang arab lagi ngapain, langsung di post sama dia dan dikatakan wahabi, atau ada yg ngebom ga jelas di negeri ini, mereka menyebutnya, itu wahabi, ada yang menasihati agar mereka berbicara dengan adab, lagi lagi mereka mengatakan orang itu, wahabi’, intinya, siapapun yang menasihati mereka dan melakukan perkara-perkara yang buruk, mereka langsung otomatis’ menyematkan kata wahabi’ terhadap perkara tersebut 3. perhatikan cara interaksinya jauh sekali dari adab dan etika –> kalau yang ini udh ga perlu diragukan lagi, silahkan kunjungi postingan2nya, dan lihat komen2 disana, isinya semua tidak jauh dari hinaan, ejekan, hujatan, dan kata2 kotor lainnya, sungguh sangat bertolak belakang dengan klaim mereka yaitu ahlus sunnah’, masa ada ahlus sunnah komennya kayak gitu ? hanya orang berakal yang mampu melihat kebodohan ini, dan hanya orang bodoh kuadrat yang percaya dan membenarkan apa yang mereka klaim sebagai kebenaran 4. ketika diajak diskusi mereka tiba tiba diam, menghina, atau berputar-putar ini biasanya dari kalangan sufi –> sungguh perkara yang sangat sia-sia mengajak mereka bicara baik2 dan berdiskusi, karena 3 hal diataslah yang akan mereka terapkan, ga percaya ? buktikan sendiri, ajaklah mereka berdiskusi satu satu di postingan mereka, pasti yang akan anda terima adalah hinaan, makian, ejekan, tertawaan, setelah itu mereka asyik berputar2 seputar 3 hal itu dan akhirnya kalian akan membuang-buang waktu meladeninya 5. coba tanyakan apa itu wahabi’ mereka tidak akan mampu menjawabnya dengan benar –> kenapa ? karena mereka memang jaahil bodoh, cuma modal internet sama bodoh’ aja, jadi ketika kita tanya, “bisa dijelaskan kepada saya apa itu wahabi? “, mereka pasti tidak akan mampu menjawabnya, dan lagi lagi, anda akan menerima apa yang sudah saya jelaskan di point 6. buat mereka semua perkara dalam ibadah yang baru itu baik atau bid’ah hasanah padahal semua bid’ah itu sesat, dan yang namanya sesat mana ada yang hasanah baik iya toh??? –> Buktinya apa ? lihat saja, mereka meminta-minta kepada mayit, mereka katakan ini baik hasanah, merayakan ultah Rasul, mereka katakan ini baik, bentuk cinta katanya, padahal para shahabat radhiyallahu anhum yang begitu cinta sama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ga pernah tuh ngerayain, Rasulullah aja ga pernah ngerayain ultahnya nabi2 terdahulu, even orangtua beliau, tapi ketika ditanya, ada yg bilang, loh apa salahnya, kan cuma ngerayain, itu kan bukan ibadah, tapi kenyataannya ?? didalam acara maulid diisi dengan ibadah, lah semua ibadah butuh dalil, sedangkan ibadah yg mereka lakukan di dalam maulid tanpa dalil, lantas ini bagaimana ? dan masih banyak lagi segala perkara2 yang bahkan jatuh kepada syirik mereka klaim sebagai bid’ah hasanah sesat yang baik, sekarang silahkan tanya kepada anak kecil, “nak… apakah ada kesesatan yang baik?” anak kecil pun akan bingung, karena fitrah dari akal manusia itu adalah menolak segala bentuk keanehan, begitu juga dengan sesat yang baik’, apakah kalian yang jauh lebih dewasa lebih bodoh dari anak kecil ? silahkan kembali berfikir, sesat yang baik ? come on 7. jika ada yang berhujjah pun hujjah nya lemah bagai sarang laba-laba –> Biasanya mereka memakai dalil dari hadits2 dhoif, palsu, kata’ kata kyai saya, kata ustad saya, kata Habib saya, hawa nafsu bukankah baik, daripada, apakah salah, dan jika mereka menggunakan dalil yang shahih pun, lihat pemahamannya = pasti bathil, mereka memahami nash sesuai nafsunya sendiri tanpa merujuk kepada ulama Salaf yang mengikuti umat terdahulu yang berada di atas kebenaran, silahkan buktikan sendiri perkataan saya ini === Adapun Wahabi adalah sebutan "tuduhan” bagi mereka2 berpegang teguh pada as sunnah dan memerangi syirik sebagaimana dakwah yang di canangkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang mana dakwah beliau adalah memurnikan Islam yang “Anti Syirik” dan “Anti Bid'ah”. Sebutan tuduhan “wahabi” ini di prakarsai oleh musuh2 dakwah tauhid yang mana mereka adalah “Ahlul bid'ah” dan"Ahlusy Syirik" SIAPA PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI? Suatu hal yang jelas bahwa Inggris merupakan negara barat pertama yang cukup interest menggelari dakwah ini dengan “Wahhabisme”, alasannya karena dakwah ini mencapai wilayah koloni Inggris yang paling berharga, yaitu India. Banyak ulamâ` di India yang memeluk dan menyokong dakwah Imâm Ibn Abdil Wahhâb. Juga, Inggris menyaksikan bahwa dakwah ini tumbuh subur berkembang dimana para pengikutnya telah mencakup sekelompok ulamâ` ternama di penjuru dunia Islâm. Selama masa itu, Inggris juga mengasuh sekte Qâdhiyânî dalam rangka untuk mengganti mainstream ideologi Islam. [Lihat Dr. Muhammâd ibn Sa’d asy-Syuwai’ir, Tashhîh Khathâ’ Târîkhî Haula`l Wahhâbiyyah, Riyâdh Dârul Habîb 2000; hal. 55]. Mereka berhasrat untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka di India dengan mengandalkan sebuah sekte ciptaan mereka sendiri, Qâdhiyânî, yaitu sekte yang diciptakan, diasuh dan dilindungi oleh Inggris. Sekte yang tidak menyeru jihad untuk mengusir kolonial Inggris yang berdiam di India. Oleh karena itulah, ketika dakwah Imâm Ibn Abdil Wahhâb mulai menyebar di India, dan dengannya datanglah slogan jihad melawan penjajah asing, Inggris menjadi semakin resah. Mereka pun menggelari dakwah ini dan para pengikutnya sebagai Wahhâbi’ dalam rangka untuk mengecilkan hati kaum muslimin di India yang ingin turut bergabung dengannya, dengan harapan perlawanan terhadap penjajah Inggris tidak akan menguat kembali.* Banyak Ulamâ` yang mendukung dakwah ini ditindas, beberapa dibunuh dan lainnya dipenjara.** Catatan * Hunter dalam bukunya yang berjudul “The Indian Musalmans” mencatat bahwa selama pemberontakan orang India tahun 1867, Inggris paling menakuti kebangkitan muslim Wahhâbi’ yang tengah bangkit menentang Inggris. Hunter menyatakan di dalam bukunya bahwa “There is no fear to the British in India except from the Wahhabis, for they are causing disturbances againts them, and agitating the people under the name of jihaad to throw away the yoke of disobedience to the British and their authority.” [“Tidak ada ketakutan bagi Inggris di India melainkan terhadap kaum Wahhâbi, karena merekalah yang menyebabkan kerusuhan dalam rangka menentang Inggris dan mengagitasi membangkitkan semangat umat dengan atas nama jihâd untuk memusnahkan penindasan akibat dari ketidaktundukan kepada Inggris dan kekuasaan mereka.”] Lihat Hunter, “The Indian Musalmans”, di London Trűbner and Co., 1871; Calcuta Comrade Publishers, 1945, 2nd edn.; New Delhi Rupa & Co., 2002 Reprint ** Di Bengal selama masa ini, banyak kaum muslimin termasuk tua, muda dan para wanita, semuanya disebut dengan “Wahhâbi” dan dianggap sebagai “pemberontak” yang melawan Inggris kemudian digantung pada tahun 1863-1864. Mereka yang dipenjarakan di Pulau Andaman dan disiksa adalah para ulama dari komunitas Salafî-Ahlul Hadîts, seperti Syaikh Ja’far Tsanisârî, Syaikh Yahyâ Alî 1828-1868, Syaikh Ahmad Abdullâh 1808-1881, Syaikh Nadzîr Husain ad-Dihlawî dan masih banyak lagi lainnya. Muhammad Ja’far, Târikhul Ajîb dan Târikhul Ajîb – History of Port Blair Nawalkshore Press, 1892, 2nd edition. Suatu hal yang perlu dicatat, di dalam surat-surat dan laporan-laporan yang dikirimkan kepada ayah tirinya dan pemerintahan Utsmâniyyah Ottomans, Ibrâhîm Basyâ Pasha, anak angkat Muhammad Alî Basyâ Pasha, juga menggunakan istilah Wahhâbi, Khowârij dan Bid’ah Heretics’ untuk menggambarkan dakwah Muhammad Ibn Abdul Wahhâb dan Negara Saudî [Lihat ibid, hal. 70]. Hal ini, tentu saja, terjadi sebelum Ibrâhîm Basyâ memberontak dan menyerang khilâfah Utsmâniyyah dan hampir saja menghancurkannya di dalam proses pemberontakannya. Dr. Nâshir Tuwaim mengatakan “Kaum Orientalis terdahulu, menggunakan istilah Wahhâbiyyah, Wahhâbî, Wahhâbis’ di dalam artikel-artikel dan buku-buku mereka untuk menyandarkan menisbatkan istilah ini kepada gerakan dan pengikut Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb. Beberapa diantara mereka bahkan memperluasnya dengan memasukkan istilah ini sebagai judul buku mereka, semisal Burckhardt, Brydges dan Cooper, atau sebagai judul artikel mereka, seperti Wilfred Blunt, Margoliouth, Samuel Zwemer, Thomas Patrick Hughes, Samalley dan George Rentz. Mereka melakukan hal ini walaupun sebagian dari mereka mengakui bahwa musuh-musuh dakwah ini menggunakan istilah ini untuk menggambarkannya, padahal para pengikut Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb tidak menyandarkan diri mereka kepada istilah ini. * Margoliouth sebagai contohnya, ia mengaku bahwa istilah Wahhâbiyyah” digunakan oleh musuh-musuh dakwah selama masa hidup pendiri’-nya, kemudian digunakan secara bebas oleh orang-orang Eropa. Walau demikian, ia menyatakan bahwa istilah ini tidak digunakan oleh para pengikut dakwah ini di Jazîrah Arab. Bahkan, mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai “Muwahhidŭn”. [ Margoliouth, Wahabiya, hal. 618, 108. Artikel karya Margoliouth yang berjudul Wahhabis’ ini juga dapat ditemukan di dalam The First Encyclopaedia of Islam, 1913-1936 New York Brill, 1987 Reprint , karya Houtsma, Arnold, R. Basset, R. Hartman, Wensinck, Gibb, W. Heffening dan E. Lêvi-Provençal ed dan The Shorter Encyclopaedia of Islam Leiden and London Brill and Luzac & Co., 1960, hal. 619 karya Gibb, Kramers dan E. Lêvi-Provençal ed. Artikel ini juga dicetak ulang dalam o Reading, UK Ithaca Press, 1974 o Leiden Brill, 1997 o Dan cetakan pertama, Leiden and London Bril and Luzac & Co., dan New York Cornel University Press, 1953.] Biar bagaimanapun, siapa saja yang menggunakan istilah ini , baik dari masa lalu sampai saat ini, telah melakukan beberapa kesalahan, diantaranya * Mereka menyebut dakwah Muhammad bin Abdul Wahhâb sebagai Wahhâbiyyah’, walaupun dakwah ini tidak dimulai oleh Abdul Wahhâb, namun oleh puteranya Muhammad. * Pada awalnya, Abdul Wahhâb tidak menyetujui dakwah puteranya dan menyanggah beberapa ajaran puteranya. Walau demikian, tampak pada akhir kehidupannya bahwa beliau akhirnya menyetujui dakwah puteranya. Semoga Alloh merahmatinya. Musuh-musuh dakwah, tidak menyebut dakwah ini dengan sebutan Muhammadiyyah –terutama semenjak Muhammad, bukan ayahnya, Abdul Wahhâb, memulai dakwah ini- karena dengan menyebutkan kata ini, Muhammad, mereka bisa mendapatkan simpati dan dukungan dakwah, ketimbang permusuhan dan penolakan. Istilah “Wahhâbi”, dimaksudkan sebagai ejekan dan untuk meyakinkan kaum muslimin supaya tidak mengambil ilmu atau menerima dakwah Muhammad ibn Abdul Wahhâb, yang telah digelari oleh mereka sebagai mubtadi’ ahli bid’ah yang tidak mencintai Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam. Walaupun demikian, penggunaan istilah ini telah menjadi sinonim dengan seruan dakwah untuk berpegang al-Qur`ân dan as-Sunnah dan suatu indikasi memiliki penghormatan yang luar biasa terhadap salaf, yang berdakwah untuk mentauhîdkan Allôh semata serta memerintahkan untuk mentaati semua perintah Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam. Hal ini adalah kebalikan dari apa yang dikehendaki oleh musuh-musuh dakwah. [Lihat Qodhî Ahmad ibn Hajar Alu Abŭthâmi al-Bŭthâmi, Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb His Salafî Creed and Reformist Movement, hal. 66]. Pada belakang hari, banyak musuh-musuh dakwah Imam Muhammad Ibn Abdul Wahhâb akhirnya menjadi kagum terhadap dakwah dan memahami esensi dakwahnya yang sebenarnya, melalui membaca buku-buku dan karya-karyanya. Mereka mempelajari bahwa dakwah ini adalah dakwah Islam yang murni dan terang, yang Alloh mengutus semua Nabi-Nya alaihim`us Salâm untuknya untuk dakwah tauhîd ini. Perlu dicatat pula, bahwa diantara karakteristik mereka yang berdakwah kepada tauhîd adalah, adanya penghormatan yang sangat besar terhadap al-Qur`ân dan sunnah Nabi. Mereka dikenal sebagai kaum yang mendakwahkan untuk berpegang kuat dengan hukum Islam, memurnikan tashfiyah dan mendidik tarbiyah bahwa peribadatan hanya milik Allôh semata serta memberikan respek terhadap para sahabat nabî dan para ulamâ` Islâm. Mereka adalah kaum yang dikenal sebagai orang yang lebih berilmu di dalam masalah ilmu Islam secara mendetail daripada kebanyakan orang selain mereka. Telah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa dimana saja ada seorang salafî bermukim, kelas-kelas yang mengajarkan ilmu sunnah tumbuh subur. Sekiranya istilah “Wahhâbî” ini digunakan untuk para pengikut dakwah, bahkan sekalipun dimaksudkan untuk mengecilkan hati ummat agar tidak mau menerima dakwah mereka, tetaplah salah baik dulu maupun sekarang, menyebut dakwah ini dengan sebutan “Wahhâbiyyah”. Imâm Muhammad ibn Abdul Wahhâb berdakwah menyeru kepada jalan Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam dan para sahabat nabi, beliau tidak berdakwah menyeru kaum muslimin supaya menjadi pengikutnya. Dakwah beliau bukanlah sebuah aliran/sekte baru, namun dakwah beliau adalah kesinambungan warisan dakwah yang dimulai dari generasi pertama Islam dan mereka yang mengikuti jalan mereka dengan lebih baik. Rules kalau tidak setuju, kemukakan dengan santun, atau antum balas dengan dalil shahih jika salah… 'afwan jika mungkin ada yang tidak terima dengan ini… semoga Allah memberikan kita pemahaman agama yang benar seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam… aamiin… Baarakallahu Fiikum Ahlussunnah wal Jamaah aswaja adalah paham yang diikuti oleh mayoritas umat Islam dengan berpedoman pada rumusan akidah Imam Abul Hasan Al-Asyari w. 324 H, dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi w. 333 H. Syekh As-Safarayni Al-Hanbaly dalam Al-Lawami’ menambahkan Al-Atsariyah sebagai bagian dari keluarga besar Ahlussunnah wal Jamaah, yaitu para pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Kaum Salafi Wahabi, yang adalah para pengikut manhaj Syekh Abdul Wahhab mendaku sebagai bagian dari Al-Atsariyah ini. Pengakuan inilah yang dikritik oleh penulis buku dengan tebal 410 halaman ini. Buku yang ditulis kiai muda yang dikenal ahli debat, ahli fiqih dalam forum bahtsul masail, serta pemerhati kajian ulumul hadits ini menjelaskan kepada kita posisi akidah Ahlussunnah wal Jama'ah yang sesungguhnya. Dengan demikian dalam buku ini dikemukakan pandangan banyak ulama dalam mazhab Hanbali, bahkan termasuk Imam Ahmad bin Hanbal yang justru menegasikan klaim kaum Salafi wahabi tersebut. Buku ini oleh penulisnya disebut sebagai buah karya yang paling menguras pikiran, setelah hampir membenarkan akidah Salafi akibat membaca salah satu kitab kritikan ulama mereka terhadap akidah Asy'ariyah. Buku ini menjawab kritikan ulama salafi tersebut dengan argumentasi yang meyakinkan. Topik pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi tiga. Pertama, tentang hujjah-hujjah tafwidh dan ta'wil sifat khabariyah dan jawaban atas akidah itsbat makna zhahir 'ala Salafi yang menjadi sumber keyakinan Allah serupa dengan makhluk. Kedua, tentang jawaban dan penjelasan ayat dan hadits Nabi yang seakan-akan Allah memiliki arah di atas sebagaimana keyakinan Salafi. Ketiga, tentang masalah-masalah akidah yang diperdebatkan seperti hukum mengatakan Allah berada di atas, mengapa sifat wajib Allah dirumuskan 20 saja, polemik sifat kalam Allah, polemik hadits ahad dalam akidah, kritik terhadap tauhid tiga, polemik ilmu kalam, betulkah ulama Ahlussunnah bertobat dari ilmu kalam, penjelasan tiga fase Imam Abul Hasan Al-Asy'ari, fiqih As-Syafi'i tetapi akidah As-Asy'ari, metode pendalilan madzhab Asy'ariyah, Allah wujud tanpa tempat dan arah, dan lain-lain. Dalam buku ini, pembaca benar-benar akan diajak menjelajah pembahasan akidah sifat Allah secara luas dengan rujukan-rujukan ilmiah yang lengkap. Sekali lagi, buku ini kembali membuktikan bahwa akidah Asy'ariyah dan Maturidiyah, akidah mayoritas ulama Islam, benar-benar sejalan dengan akidah Ahlussunah wal Jama'ah dari kalangan salaf dan akidah Salafi yang mengklaim diri sebagai pengikut salaf justru menyelisihinya. Membuka tema akidah salaf, penulis buku ini mengemukakan tiga varian umat Islam dalam memahami akidah sifat khabariyah. Pertama adalah kelompok Ahlussunnah wal Jamaah yang berlaku moderat dan adil. Dalam Ahlussunnah wal Jamaah dikenal dua pendekatan, yaitu tafwidh, yakni sifat yang termaktub di dalam Al-Qur'an maupun hadits yang menunjukkan seolah-olah sama antara Allah dan makhluk maka sifat tersebut diserahkan maknanya dan disesuaikan dengan keagungan dan kemahatinggian Allah, tanpa menetapkan maknanya. Semisal Istiwa', maka Allah Istawa dengan Istiwa' yang selayaknya bagi Allah tanpa menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Inilah yang dikenal dengan mazhab Salaf bukan Salafi. Berikutnya adalah takwil, dengan maksud bahwa ayat-ayat Al-Qur'an dan sunnah yang menunjukkan seolah sama dengan makhluk maka ditakwil, misalnya istiwa' tersebut ditakwil bahwa Allah menguasai Arsy. Mata Allah ditakwil dengan Rahmat Allah. Tangan Allah ditakwil dengan kekuasaan Allah. Allah tertawa ditakwil dengan ridla Allah. Allah fis sama' ditakwil bahwa Allah Maha Tinggi derajatnya bukan tempat dan arah. Sebab dengan tafwidh dan takwil tersebut, kita telah memahasucikan Allah dari keserupaan dengan makhluk-Nya. لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ Artinya, "... Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat." Ash-Shūraá ayat 11. Inilah mazhab yang kita ikuti dalam Akidah Asy'ariyah. Yang pertama atau kedua adalah Ahlissunah wal Jamaah. Kedua, kelompok yang meyakini zahir ayat dan hadits lalu menetapkan maknanya. Istawa oleh mereka diyakini bahwa “Allah Istawa” di langit dan atas Arsy dengan arti “bersemayam,” meskipun mereka berkilah bersemayamnya tidak sama dengan makhluk. Anehnya mereka mengklaim keyakinan ini sebagai Mazhab Salaf, padahal kita tahu ulama Salaf tidak menetapkan makna. Demikian pula dengan sifat yang lain, menurutnya mereka menetapkan sifat yang Allah sendiri menetapkan sehingga menurut mereka Allah bertangan tetapi tidak sama dengan tangan makhluk. Allah mempunyai mata tetapi tidak sama dengan mata makhluk. Allah memiliki wajah tetapi tidak sama dengan makhluk. Dan seterusnya. Subhanallah 'amma yashifun. Di buku inilah semua dibahas tuntas. Ketiga, kelompok muaththilah dari mazhab Muktazilah, Jahmiyyah dan lain-lain yang menihilkan Allah dari sifat-sifat yang telah ditetapkan Allah dalam Quran dengan alasan potensi tasybih dan tajsim. Mereka ini menomorsatukan akal dan takwilnya cenderung pada tahrif mengubah makna. Hadirnya buku ini melengkapi jawaban para ulama Ahlussunnah wal Jamaah dalam menjawab kerancuan kaum Salafi Wahabi. Kiprah penulisnya yang dikenal banyak menjelaskan Aswaja dan firqah di luar Aswaja di Malaysia ini adalah bagian data bahwa penulisnya adalah seorang yang sangat menguasai tema-tema perdebatan seputar akidah salaf, menyajikan data justru dari ulama yang biasa dijadikan rujukan oleh kaum salafi wahabi, dan kitab-kitab yang biasa mereka rujuk, dan menjelaskankannya dengan cara yang sistematis dan argumentatif. Rujukan ratusan kitab-kitab dalam bahasa Arab tersajikan pula dalam daftar pustaka, sebanyak delapan halaman. KH Yusuf Suharto, peresensi adalah pengurus Aswaja NU Center Jatim dan dosen pada salah satu universitas di Jombang. Identitas Buku Judul Klaim Dusta Salafi Wahabi tentang Akidah Salafi Penulis Nur Hidayat Muhammad Ukuran 15,5x23 cm Tebal 422 hal xii + 410

apa itu aswaja dan salafi